Jakarta, Fundflow – PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk (IATA) resmi berganti nama menjadi PT MNC Energy Investments Tbk, seiring perubahan bisnis inti dari perusahaan pengangkutan udara niaga dan jasa angkutan udara menjadi bidang investasi dan perusahaan induk pertambangan batu bara.
Perseroan akan mengakuisisi 99,33% saham PT Bhakti Coal Resources (BCR) dari PT MNC Investama Tbk (BHIT) senilai US$ 140 juta. BCR merupakan perusahaan induk dari sembilan perusahaan batubara dengan izin usaha pertambangan (IUP) di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Pertama, PT Bhumi Sriwijaya Perdana Coal (BSPC) dan PT Putra Muba Coal (PMC), yang sudah beroperasi dan aktif menghasilkan batu bara dengan kisaran GAR 2.800 – 3.600 kkal per kilogram (kg). Dengan total area seluas 9.813 hektare (ha), BSPC memiliki perkiraan total sumber daya 130,7 juta ton, sedangkan PMC memiliki 76,9 juta ton, dengan perkiraan total cadangan masing-masing 83,3 juta ton dan 54,8 juta ton.
Kedua, PT Indonesia Batu Prima Energi (IBPE) dan PT Arthaco Prima Energi (APE), yang ditargetkan untuk memulai produksi batu bara dalam tahun ini. Adapun tujuh tambang lainnya adalah milik PT Energi Inti Bara Pratama (EIBP), PT Sriwijaya Energi Persada (SEP), PT Titan Prawira Sriwijaya (TPS), PT Primaraya Energi (PE), dan PT Putra Mandiri Coal (PUMCO) yang sedang disiapkan untuk beroperasi dalam satu atau dua tahun dari sekarang. Tujuh IUP dengan luas 64.191 ha ini memiliki estimasi total sumber daya sebesar 1,4 miliar ton lebih.
Produksi BSPC dan PMC pada 2021 mencapai 2,5 juta metrik ton, menghasilkan pendapatan sekitar US$ 74,8 juta dengan EBITDA US$ 33 juta. Per September 2021, BCR berhasil mencatatkan pendapatan sebesar US$ 44,1 juta dengan EBITDA senilai US$ 20,4 juta. Dengan asumsi akuisisi BCR oleh IATA terlaksana pada Januari 2021, laporan IATA untuk September 2021 akan menghasilkan pendapatan US$ 51,4 juta dengan EBITDA sebesar US$ 20,4 juta, dari US$ 7,2 juta dengan kerugian EBITDA US$ 54,8 ribu.
Per September 2021, IATA mencatatkan pendapatan usaha sebesar US$ 7,2 juta, naik 15% dari US$ 6,3 juta. Akan tetapi, kenaikan tersebut diikuti dengan kenaikan berbagai beban usaha yang menghasilkan rugi bersih sebesar US$ 4,7 juta, naik 118% dari periode sama tahun sebelumya US$ 2,1 juta.
Perubahan bisnis inti dan akuisisi BCR disetujui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) IATA,Kamis (10/2/2022). Penyebabnya, industri penerbangan masih belum pulih, sehingga IATA meyakini, ekspansi di bidang usaha baru menjadi solusi untuk memperbaiki nilai perusahaan.
“Memanfaatkan momentum yang timbul dari lonjakan permintaa dan harga batu bara yang berkelanjutan, IATA mengambil langkah strategis dengan merambah ke sektor energi, khususnya tambang batu bara,” tulis manajemen IATA dalam keterangan resmi.
Discussion about this post