Jakarta, Fundflow – Saham tambang mineral pilihan ternyata bukan di sektor nikel, melainkan timah. Sebab, harga timah dinilai lebih baik tahun ini, ketimbang nikel.
Berdasarkan riset BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS), saham mineral mendapatkan angin segar dari rencana China menggelontorkan stimulus moneter dan properti untuk menggerakkan ekonomi. Ini akan meningkatkan permintaan komoditas logam dasar
Broker itu mencatat, pasokan harga nikel mengetat, mendorong harga di LME tetap kuat, US$ 31.350 per ton pada September 2024. Sementara itu, pengetatan pasokan bijih nikel mulai longgar, pararel dengan harga nikel kelas dua, nickel pig iron (NPI), yang masih rendah.
Ini sejalan dengan PMI China yang di bawah 50, tepatnaya 49,1 pada Agustus 2024. Harga baja nirkarat (stainless steel/SS), produk akhir NPI, juga menurun pada Agustus lalu, menekan margin para pemain sektor itu.
“Itu sebabnya, kami memprediksi harga NPI turun lagi dalam beberapa bulan ke depan, didorong oleh mulai longgarnya pasokan, penerbitan RKAB tambang, dan kenaikan produksi di Indonesia,” tulis broker itu, diikutip Minggu (29/9/2024).
Kesimpulannya, memasuki musim pengisian kembali stok (restocking) pada semester II-2024, permintaan logam dasar masih rendah. Tetapi, ada harapan dengan dirilisnya stimulus pemerintahan China.
BRIDS percaya NPI akan diuntungkan lebih dari stimulus itu, ketimbang nikel kelas satu yang sekarang mengalami kelebihan pasokan. Sebab, permintaan SS berkorelasi erat dengan kinerja manufaktur ketimbang nikel kelas satu, dalam hal ini material baterai EV.
BRIDS mempertahankan rekomendasi overweighit saham mineral. Saham PT Timah Tbk (TINS) berada di pilihan teratas, diikuti oleh PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Semua saham itu mendapatkan rekomendasi buy dengan target harga masing-masing Rp 1.400, Rp 1.300, Rp 3.100, Rp 700, Rp 2.000, dan Rp 5.700. (avn)
Discussion about this post